BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Pendahuluan
Pluralisme agama telah menjadi salah satu wacana
kontemporer yang sering dibicarakan akhir-akhir abad 20, khususnya di
Indonesia. Wacana ini sebenarnya ingin menjembatani hubungan antaragama yang
seringkali terjadi disharmonis dengan mengatas namakan agama, diantaranya
kekerasan sesama umat beragama, maupun kekerasan antarumat beragama. Islam
adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
persamaan hak dan mengakui adanya pluralisme agama. Pluralisme agama menurut
Islam adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga
tidak mungkin dilawan atau diingkari. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam
sangat menghargai pluralisme karena Islam adalah agama yang dengan tegas
mengakui hak-hak penganut agama lain untuk hidup bersama dan menjalankan ajaran
masing-masing dengan penuh kesungguhan.
Indonesia merupakan salah satu negara multi etnis,
ras, suku, bahasa, budaya dan agama. Agama-agama dan berbagai aliran tumbuh
subur oleh karena itu pemahaman tentang pluralisme agama dalam suatu masyarakat
yang demikian majemuk sanagat dubuhkan demi untuk terciptanya stabilitas
ketertiban dan kenyamanan umat dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing
serta untuk mewujudkan kerukunan antar umat sekaligus menghindari terjadinya
konflik sosial yang bernuansa syara’.
Dialog dan komonikasi antar umat beragama merupakan
suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan oleh segenap elemen umat beragama, guna
untuk menghilangkan kecurigaan, su’udzhan dan untuk menjalin hubungan yang
harmonis anatar sesama umat beragama. Agama Islam sangat terbuka dan selalu
membuka diri untuk berdialog dengan sesama umat beragama sebagaimana yang telah
dicontohkan Rasulullah pada periode Madinah, dialog yang dibangun Nabi Muhammad
dengan penduduk Madinah kemudian melahirkan suatu perjanjian yang sangat
terkenal yaitu “Piagam Madinah”.
1.2
Rumusan
Masalah
Agar pembahasan kita pada makalah ini tidak lari
dari sub judulnya, ada baiknya penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas di dalam makalah ini. Antara lain :
ü Hubungan
Islam dengan Agama lain
ü Pandangan
Islam tentang Metafisik tentang agama lain
ü Pandangan
Islam tentang Teologi tentang agama lain
1.3
Tujuan
Penulisan
Ada beberapa tujuan penulis dalam menyusun makalah
ini, antara lain :
ü Agar
mahasiswa mengetahui hubungan agama Islam (yang haq) dengan agama-agama
lainnya.
ü Mahasiswa
mampu menerangkan pandangan Islam tentang Metafisik & Teologi tentang agama
lain.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Islam dan Agama Lain
2.1.1 Pengertian Islam
Pengertian Islam bisa kita bedah
dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan. Dari segi
kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata
salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama
yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Oleh sebab itu orang yang
berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt. disebut sebagai orang Muslim.
Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kata Islam dari segi kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan
berserah diri kepada Allah swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. Sedangkan Islam menurut istilah adalah agama yang
diturunkan oleh Allah melalui perantaraan Malaikat Jibril untuk disampaikan
kepada Nabi Muhammad supaya disebarkan keseluruh manusia.[1]
2.1.2
Macam-macam Agama di dalam al-Qur’an
Di dalam Al-Quran Allah memberikan
kriteria bahwa setiap “agama” mestilah mempunyai keyakinan akan adanya suatu
“masa” atau suatu “keadaan” dimana manusia memperoleh “balasan” dari apa yang
ia lakukan. Konsep tentang kebaikan dan kejahatan secara konsisten diikuti
dengan konsep surga dan neraka. Inilah ciri penting dari semua agama. Tanpa
kesadaran ini tentu agama akan menjadi tanpa tujuan.
Fungsi agama sebagai alat untuk menciptakan
perbaikan dan peradaban diungkap al-Quran dengan kata kunci القيم . Agama “yang
lurus” adalah agama yang mampu membuat manusia tidak melakukan kerusakan, baik
di darat maupun di laut. Dan manusia yang dapat menciptakan perbaikan dan
peradaban adalah mereka yang secara tulus berorientasi kepada “kesatuan” dan
“keharmonisan” (tauhid), sebaliknya manusia yang selalu melakukan kerusakan dan
perpecahan (musyrik) disebut sebagai tidak beragama (kafir).[2] Agama
yang lurus adalah agama yang cocok dengan fitrah manusia dan mengangkat harkat
kemanusiaan-manusia, yakni agama yang difahami bukan hanya melalui nurani yang
paling dalam dan bening, tetapi diiringi dengan pengetahuan yang cerdas serta
diikuti dengan kesadaran untuk bersih dari segala dosa dan kesalahan serta
penuh harapan akan anugerah Tuhan, kemudian ditambah lagi dengan senantiasa
berkomunikasi kepada Tuhan.[3]
Kitab suci al-qur’an diturunkan dalam konteks
kesejarahan dan stuasi keagamaan yang pluralistik (plural-religius). Setidaknya
terdapat empat bentuk keyakinan agama yang berkembang dalam masyarakat Arab
tempat Muhammad saw. menjalankan misi profetkinya sebelum kehadiran Islam,
yaitu Yudaisme (Yahudi); Kristen, Zoroastrianisme dan agama Makkah sendiri.
Tiga di antaranya yang sangat berpengaruh dan senantiasa disinggung oleh
al-qur’an dalam berbagai levelnya adalah Yahudi, Kristen dan agama Makkah.[4]
Kedatangan al-qur’an ditengah-tengah pluralitas
agama tidak serta-merta menolak agama-agama yang berkembang pada saat itu, tapi
al-quran mengakui dan membenarkan agama-agama yang datang sebelum al-qur’an
diturunkan.[5]
Bahkan lebih jauh dari itu al-qur’an juga mengakui akan keutamaan umat-umat
terdahulu sebagaimana firman Allah :
ûÓÍ_t6»tƒ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î)
(#rãä.øŒ$# zÓÉLyJ÷èÏR
ûÓÉL©9$#
àMôJyè÷Rr&
ö/ä3ø‹n=tæ
’ÎoTr&ur
öNä3çGù=žÒsù
’n?tã tûüÏJn=»yèø9$#
ÇÍÐÈ
“Wahai Bani Israil!
Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu, dan Aku telah melebihkan
kamu dari semua umat yang lain di alam ini (pada masa itu)”.[6]
2.1.3
Pengakuan Al-Qur’an Terhadap Agama lainnya
Pengakuan terhadap plurlisme atau keragaman agama
dalam al-qur’an, ditemukan dalam banyak terminolgi yang merujuk kepada
komonitas agama yang berbeda seperti ahl al-kitab, utu al-Kitab, utu nashiban
min al-Kitab, ataytum al-Kitab, al-ladzina Hadu, al-nashara, al-Shabi’in,
al-majusi dan yang lainnya.[7]
Al-qur’an disamping membenarkan, mengakui keberadaan, eksistensi agama-agama
lain, juga memberikan kebeasan untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
Ini adalah sebuah konsep yang secara sosiologis dan kultural menghargai
keragaman, tetapi sekaligus secara teologis mempersatukan keragaman tersebut
dalam satu umat yang memiliki kitab suci Ilahi. Karena memang pada dasarnya
tiga agama yaitu Yahudi, Kristen dan Islam adalah bersudara, kakak adek, masih
terikat hubungan kekeluargaan yaitu sama-sama berasal dari nabi Ibrahim as.[8] Pengakual
al-Qur’an terhadap agama lain, diantaranya berdasarkan firman Allah swt, yang
berbunyi :
¨bÎ)ur
ô`ÏB
È@÷dr&
É=»tGÅ6ø9$# `yJs9 ß`ÏB÷sãƒ
«!$$Î/
!$tBur
tAÌ“Ré& öNä3ö‹s9Î)
!$tBur
tAÌ“Ré& öNÍköŽs9Î)
tûüÏèϱ»yz
¬!
Ÿw
tbrçŽtIô±o„ ÏM»tƒ$t«Î/
«!$#
$YYyJrO ¸xŠÎ=s% 3 šÍ´¯»s9'ré&
öNßgs9
öNèdãô_r&
y‰YÏã óOÎgÎn/u‘ 3 žcÎ)
©!$#
ßìƒÎŽ| É>$|¡Åsø9$# ÇÊÒÒÈ
“Dan Sesungguhnya diantara ahli Kitab ada orang yang beriman kepada
Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada
mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan
ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi
Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya”.[9]
Menurut riwayat Jabir Ibn Abd Allah, Anas, Ibn
Abbas, Qatadah da al-Hasan, teks surat Ali Imran ayat 199 di atas, turun
berkenaan dengan kematian raja Najasyi dari Habsah. Pada saat kematian raja
Najasyi, Nabi menyuruh kepada sahabatnya untuk melaksanakan shalat jenazah.
Para sahabat saling membicarakan kenapa Rasul menyuruh untuk melaksanakan
shalat bagi seorang raja kafir (ateis). Maka turunlah ayat di atas untuk
menegaskan spritualitas sebagian ahli Kitab.[10] Al-qur’an
juga secara eksplisit mengakaui jaminan keselamatan bagi komonitas agama-agama
yang termasuk Ahl al-Kitab (Yahudi, Nasrani, Shabi’in); sebagaimana dalam Firman
nya :
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä
šúïÏ%©!$#ur (#rߊ$yd
3“t»|Á¨Z9$#ur
šúüÏ«Î7»¢Á9$#ur ô`tB
z`tB#uä «!$$Î/
ÏQöqu‹ø9$#ur
ÌÅzFy$#
Ÿ@ÏJtãur
$[sÎ=»|¹
öNßgn=sù
öNèdãô_r&
y‰YÏã óOÎgÎn/u‘ Ÿwur
ì$öqyz
öNÍköŽn=tæ
Ÿwur
öNèd
šcqçRt“øts† ÇÏËÈ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,
orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin[11],
siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian
dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada
kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.[12]
Sayyid Husseyn Fadhlullah dalam tafsirnya
menjelaskan: Makna ayat ini sangat jelas. Ayat ini menegaskan bahwa keselamatan
pada hari akhir akan dicapai oleh semua kelompok agama ini yang berbeda-beda
dalam pemikiran dan pandangan agamanya berkenaan dengan akidah dan kehidupan
dengan satu syarat: memnuhi kaidah iman kepada Allah, hari akhir, dan amal
shaleh. Ayat-ayat itu memang sangat jelas itu mendukung pluralisme. Ayat-ayat itu
tidak menjelaskan semua kelompok agama benar, atau semua kelompok agama sama.
Tidak! Ayat-ayat ini menegaskan semua golongan agama akan selamat selama mereka
beriman kepada Allah, hari akhir dan beramal shaleh.[13]
Akan tetapi untuk sekarang dan sampai hari kiamat,
agama yang di akui oleh Allah swt, adalah agama Islam, berdasarkan firman nya
yang berbunyi :
4 tPöqu‹ø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3ø‹n=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊu‘ur ãNä3s9 zN»n=ó™M}$# $YYƒÏŠ 4 ÇÌÈ
“Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.[14]
Dan Allah juga
telah berfirman, “ sesungguhnya agama yang diterima disisi Allah adalah agama
Islam.
2.2 Pandangan Metafisik & Teologi agama-agama lain
2.2.1 Pengertian Metafisik & Teologi
Metafisika berasal dari bahasa Yunani meta "setelah
atau di balik", dan phúsika "hal-hal di alam", adalah cabang filsafat yang mempelajari
penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi
keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat
manusia di dalam semesta?
Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi
mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai
dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab
akibat, dan kemungkinan.
Secara bahasa, teologi adalah ilmu tentang
ketuhanan. Teologi dimiliki oleh semua agama. Sebab, tidak ada agama yang tidak
memiliki Tuhan. Dalam ajaran islam istilah teologi sering disamakan dengan
‘ilmu al-kalam, karena di dalamnya berisi tentang konsep ketuhanan. Dan kadang
juga disepadankan dengan ‘ilmu at-tauhid dan ‘ilmu ushul ad-din, akan tetapi
pada intinya semua membicarakan tentang konsep ketuhanan islam.[15]
Kemunculan
teologi senantiasa terkait dengan usaha merespons permasalahan umat yang sedang
terjadi saat itu. Maka, latar belakang sosial, politik dan budaya memiliki
faktor penting dalam memahami pertumbuhan dan perkembangan teologi islam. Teologi
islam ternyata tak berhenti sampai tangan Ghozali saja. Di tangan cendikiawan
muslim semacam Nurkholis Majid , Djohan Effendy, dll theologi islam dihadapkan
pada problem sosial yang baru yaitu pluralitas.[16]
Bagaimana
islam memandang agama lain?
Pertanyaan ini layak menjadi bahan renungan bagi
umat islam tatkala kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kenyataannya tidak
monolitik. Oleh karena itu, sejatinya, teologi islam didialogkan dengan
pluralitas agama, dengan kata lain umat islam perlu mendefinisikan diri di
tengah agama lain, agar tidak terjadi pelontaran lebel “kafir” dengan gampang.[17]
2.2.2
Pandangan Islam tentang Metafisik & Teologi dalam agama-agama lain
Prinsip metafisika dalam Islam berbeda dengan agama lain. Dalam agama
Kristen misalnya, alam dianggap sebagai makhluk Tuhan yang pernah sempurna,
akan tetapi kemudian rusak dalam “kejatuhan” dan dengan demikian menjadi jahat.
Oleh sebab itu, inilah yang menjadi alasan penebusan dosa yang dilakukan Yesus
dengan cara disalib.[18]
Adapun dalam Islam, alam dipandang sebagai ciptaan dan anugerah. Hal ini lahir dari
pandangan tauhid, di mana Allah yang merupakan satu-satu-Nya Tuhan yang berhak
disembah merupakan Pencipta alam raya ini. Sebagai ciptaan, ia bersifat
teleologis, sempurna dan teratur. Sebagai anugerah, alam merupakan kebaikan
yang tak mengandung dosa yang disediakan untuk manusia. Tujuannya adalah
memungkinkan manusia melakukan kebaikan dan mencapai kebahagiaan. Pandangan
Islam tentang Metafisik dengan agama-agama lain nya, sangatlah berbeda terlebih-lebih
dalam aspek Tauhid.[19]
Kita telah ketahui bahwa teologi adalah ilmu tentang
ketuhanan yang berisikan tentang konsep
ketuhanan. Dalam tradisi keilmuan Islam terhitung sangat baru sekali. Ilmu ini
dipopulerkan di Indonesia sejak Harun Nasution memasukkannya menjadi mata
kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) sejak tahun 1975. Berbeda dengan
ilmu Tauhid, yang hanya mengajarkan “cara bertuhan” atau “cara beriman” menurut
satu model atau satu aliran pemikiran saja, yang oleh seorang guru Tauhid saat
itu di pandang sebagai “doktrin”, tetapi Teologi, mengajarkan “banyak cara
menuju Tuhan”.
Alam dalam paham agama lain, ada yang menganggap tidak
memiliki unsur teolologis, karena ia tidak memiliki pencipta dan oleh karena
itu alam bersifat netral. Alam dianggap ada dengan sendirinya tanpa ada yang
membuat. Begitu juga adanya makhluk hidup di bumi (termasuk manusia). Manusia
dan makhluk hidup lainnya dianggap bisa
bertahan dan hidup di bumi karena terdapat seleksi alam, yaitu yang dikenal
dengan teori evolusi Charles Darwin
(1809-1882). Adapun kejadian-kejadian di alam terjadi karena adanya hubungan
sebab akibat. Jadi kesimpulannya, alam dianggap tidak memiliki unsur teleologis
karena alam ada dengan sendirinya tanpa pencipta.[20]
Hal di
atas bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, tatanan alam bukanlah semata-mata
tatanan material seputar sebab-sebab dan akibat-akibat. Bukan pula hanyalah tatanan
yang oleh ruang dan waktu serta
kategori-kategori teoritis lain semacam itu membuat kejelasan pada pemahaman
kita. Akan tetapi alam juga merupakan lapangan tujuan-tujuan di mana segala
sesuatu memenuhi suatu tujuan dan dengan cara demikian memberikan sumbangan
bagi kesejahteraan dan keseimbangan segalanya.
Dari
sebutir kerikil yang tak bernyawa di lembah, pohon-pohon, ikan paus dan gajah segala
sesuatu yang ada, melalui kelahiran dan pertumbuhannya, kehidupan dan
kematiannya, memenuhi suatu tujuan yang telah ditetapkan untuknya oleh Tuhan.
Semua makhluk saling bergantung satu
sama lainnya dan berjalan lancar karena adanya keselarasan yang sempurna di
antara bagian-bagiannya.[21]
Masing-masing unsur ciptaan saling menghidupi yang
lainnya dan dihidupi oleh pihak yang ketiga (Allah). Sebagai sebuah sistem teologi,
dunia menyuguhkan kepada kita suatu tontonan yang agung. Ukuran dan keluasan
makrokosmos, rincian yang sulit dari mikrokosmos, serta sifat mekanisme
keseimbangan yang sempurna dan tak terbatas kerumitannya, menjadikan kita
tercengang dan terpukau. Dan, orang yang baik keimanannya dan (ulul Albab) akan
mengucapkan kalimat pengangungan kepada Allah dan menyadari bahwa Allah-lah
sang Pencipta dan segala ciptaan-Nya tidak ada yang sia-sia. Dalam hal ini
Allah berfirman: “Ulil Albab adalah orang-orang yang mengingat Allah ketika
berdiri, duduk atau sedang berbaring dan memikirkan tentang penciptaan dan bumi
seraya berkata, “Wahai Tuhan kami, Tidaklah sia-sia Engkau menciptakan semua
ini. Mah asuci engkau, peliharalah kami dari siksa api neraka.
Karena dunia sebagai ciptaan dari Yang Maha Kuasa
adalah indah dan benar-benar mulia
dikarenakan teleologinya. Ungkapan kagum seorang penyair, “Betapa indahnya
bunga mawar! Padanya Nampak wajah Tuhan!” tidak mempunyai arti lain kecuali
bahwa bunga mawar itu memenuhi tujuan manusia dan serangga melalui bau dan
keindahannya bentuknya. Tujuan dan yang telah dikaruniakan Tuhan (Allah)
kepadanya dan yang dipenuhinya dengan sempurna, yang mencerminkan, bagi mereka
yang mampu melihatnya, efektifitas yang cemerlang dan keterampilan yang
sempurna dari Perancang dan Pencipta agung, yaitu Tuhan (Allah). Teologi yang
berkembang di kalangan umat Islam dapat di bedakan menjadi dua, yaitu teologi
eksklusif dan teologi pluralis.

`s9ur 4ÓyÌös?
y7Ytã ߊqåkuŽø9$# Ÿwur
3“t»|Á¨Y9$#
4Ó®Lym
yìÎ6®Ks?
öNåktJ¯=ÏB
3 ö@è%
žcÎ)
“y‰èd «!$#
uqèd
3“y‰çlù;$#
3 ÈûÈõs9ur
|M÷èt7¨?$#
Nèduä!#uq÷dr& y‰÷èt/
“Ï%©!$# x8uä!%y`
z`ÏB
ÉOù=Ïèø9$#
$tB y7s9
z`ÏB
«!$#
`ÏB <c’Í<ur Ÿwur
AŽÅÁtR ÇÊËÉÈ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan
Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”[22]

Pluralisme yang dilandasi toleransi itu tidak
berarti bahwa semua agama dipandang sama. Sikap toleran hanyalah suatu
penghormatan akan kebebasan dan hak setiap orang untuk beragama. Perbedaan
agama tidak boleh menjadi penghalang untuk saling menghargai, menghormati, dan
kerjasama.
Teologi pluralis yang dikandung ajaran Islam
menganut prinsip-prinsip moderat. Penegakkan kebenaran harus dilakukan dengan
jalan kebenaran pula, bukan dengan kekerasan. Kemauan untuk menghormati agama
lain adalah perwujudan sikap moderat.
Sikap moderat seperti ini tidak berarti kita tidak konsisten terhadap
agama, melainkan penghormatan akan hak seseorang.
Teologi pluralis memiliki semangat mencari kebenaran
dan mendialogkannya. Pantang menggunakan
kekerasan dalam menegakkan kebenaran. Lebih besikap terbuka ketimbang keras
kepala, baik untuk menerima kebenaran yang ada dalam agama non Islam maupun
bersama-sama membangun sebuah masyarakat yang menjunjung tinggi kemanusiaan.
Belakangan ini kita sering melihat aksi-aksi Islam
Fundamentalis yang bersikap Intoleran dan selalu berpikir bahwa makin bersikap
ekstrem dan anti sosial maka makin dekat kita pada Tuhan dan sorga. Tentu ini
sangat bertentangan dengan sikap yang ditunjukan oleh Rasullullah. Rasullullah
pernah menyuapi dengan kasih sayang seorang Yahudi tua buta yang tiap hari
selalu memfitnah dan menghinanya. Bahkan Rasullullah pernah mendapat lemparan
batu dan kotoran, tetapi beliau justru tetap sabar dan mendoakan supaya mereka
diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT. Begitu juga dengan Ali Bin Abi Thalib
yang terpaksa telat mengikuti sholat berjamaah karena sepanjang jalan ke masjid
beliau tidak ingin melewati seorang Yahudi tua yang sedang berjalan.
Sikap pluralis jauh dari itu semua, bahkan
sebaliknya, mempromosikan toleransi dan kerjasama. Perbedaan agama tidak
menjadi penghalang bagi interaksi dan aksi. Sejak awal (periode rasul saw),
Islam senantiasa menganjurkan untuk merangkul umat non muslim bekerjasama
membangun masyarakat. Maka dengan sendirinya Islam mempromosikan perdamaian,
bukan kekerasan.[23]
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Agama dengan ungkapan ad-dîn dalam
al-Quran bukan hanya mengungkapkan aspek teologis normatif yang tidak dapat
diungkap dengan perasaan, tetapi lebih dari itu, bahwa agama itu dapat menampak
dalam wujud ekspresi, sikap, ketaatan, kepatuhan sosial, dan keharmonisan alam,
tetapi manusia sebagai makhluk religius merupakan pusat pembicaraan.
Tauhid sebagai landasan keimanan seorang muslim menjadi asas dalam
prinsip metafisika dan Teologi. Al-Qur’an kitab suci yang diturunkan oleh Allah
untuk di turunkan kepada nabi Muhammad agar disampaikan kepada seluruh manusia
juga menceritakan tentang kebenaran agama-agama sebelumnya.
3.2 kritik dan Saran
Allah Maha
mengetahui apa yang terjadi. Islam yang merupakan syariah Allah telah mengatur
secara keseluruhan aktifitas manusia maupun benda yang digunakan sebagai pemuas
kebutuhan manusia, baik kebutuhan naluri maupun jasmani. Allah telah memaparkan
nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan pemaparan yang komprehensif, untuk
menjelaskan status hukum bagi setiap perkara yang akan terjadi, baik yang
menyangkut perbuatan manusia maupun benda yang digunakan oleh manusia.
Oleh karena itu, kaum muslim yang
meyakini kebenaran Allah dan rasul-Nya tak perlu lagi ragu untuk mengambil
pemikiran Islam sebagai pemikiran dan pemahamannya yang akan berguna baginya
untuk memandu pandangan, sikap, dan perilakunya dalam menghadapi berbagai
persoalan hidup. Karena Islam adalah pemikiran yang tertinggi dan tidak ada
yang melebihnya.
Dari makalah kami yang singkat ini
mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik
datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa
makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai
sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk
perbaikan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul
Karim
Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
diterjemahkan oleh Djah dan Humam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989.
Komaruddin Hidayat dan Ahmad, Melintasi Batas Agama, Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama, 1998.
Tarmizi Taher, pluralisme islam,
harmonisasi agama, Yogyakarta : Jarsa Rezeki, 2004.
Max Waber, sosioligi agama, 1962. diterjemahkan oleh Samsul
Bahri, Yogyakarta : Irsyad Press,2002.
http:/en.wikipedia.org/wiki/Teleology
[1] Lihat http:/en.wikipedia.org/wiki/Teleology
[2] Al-Qur’anul Karim, surah ar-Rum, ayat 41-44
[3] Al-Qur’anul Karim, Surah ar-Rum ayat 30-31
[4] Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
diterjemahkan oleh Djah dan Humam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, hal : 67
[5] Komaruddin Hidayat dan Ahmad, Melintasi Batas Agama, Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama, 1998, hal : 109
[6] Al-Qur’anul Karim, surah al-Baqarah ayat 47
[7] Hasan Ibrahim Hassan, hal : 69-71
[8] Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, diterjemahkan
oleh Djah dan Humam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, hal : 75
[9] Al-Qur’anul Karim, Surah Ali Imran ayat 199
[10] Hasan Ibrahim Hassan, hal : 75-76
[11] Shabiin ialah orang-orang yang mengikuti syari'at nabi-nabi zaman
dahulu. Di dalam Tafsir Jalalain
[12] Al-Qur’anul Karim, Surah al-Baqarah ayat 62
[13] Komaruddin Hidayat dan Ahmad, Melintasi Batas Agama, Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama, 1998, hal : 111
[14] al-Qur’anul Karim, Surah al-Maidah ayat 3
[15] Tarmizi Taher, pluralisme islam, harmonisasi agama, Yogyakarta : Jarsa Rezeki,
2004, hal : 31
[16] Ibid, hal 32
[17] Max Waber, sosioligi agama, 1962. diterjemahkan oleh Samsul
Bahri, Yogyakarta : Irsyad Press,2002, hal:205
[18] Komaruddin Hidayat dan Ahmad, Melintasi Batas Agama, Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama, 1998, hal : 78
[19] Komaruddin Hidayat dan Ahmad, Melintasi Batas Agama, Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama, 1998, hal : 91
[20] Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
diterjemahkan oleh Djah dan Humam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, hal : 81
[21] Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
diterjemahkan oleh Djah dan Humam, Yogyakarta : Kota Kembang, 1989, hal : 81-82
[22] Al-Qur’anul karim, surah al-Baqarah ayat 256
[23] Tarmizi Taher, pluralisme islam, harmonisasi agama, Yogyakarta : Jarsa Rezeki,
2004, hal : 35-37
No comments:
Post a Comment